APAPUN PEKERJAAN ANDA, TEKUNILAH SEHINGGA MENJADI PROFESIONAL DI BIDANG ANDA, NISCAYA PENGHASILAN AKAN MENGIKUTI ANDA.

HOME INDUSTRI


Organization Chart
SOLUSI TINGKATKAN PENDAPATAN EKONOMI MASYARAKAT LAMPUNG TENGAH DENGAN PEMBUATAN  BIOETANOL DAN BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA BERBAHAN BAKU UBI KAYU
OLEH MUNASIR
Persediaan bahan bakar fosil semakin menipis, dewasa ini banyak para ilmuwan meneliti bahan bakar yang dapat diperbaharui. Penelitian demi penelitian telah membuahkan hasil yang positif dan telah diuji keberhasilan dan kemanfaatannya untuk kemaslahatan umat. Akan tetapi belum tersosialisasikan dengan baik pada masyarakan akar rumput. Indonesia khususnya Lampung-Tengah sangat potensial untuk mengembangkan bahan bakar yang dapat diperbaharui yaitu dengan ubi kayu berbasis kemasyarakatan (rumah tangga).
Meniiti sejarah, dunia telah melihat betapa Brasil mampu bertumpu pada bioetanol melalui pembudidayaan tebu untuk mengganti BBM fosil, Amerika Serikat memanfaatkan jagung sebagai bahan baku bioetanol dan Cina membuat bioetanol dengan bahan baku multifeed, seperti gandum, jagung, sorgum, tebu dan ubi kayu.

Sebenarnya tinggal kita mau atau tidak untuk memanfaatkan potensi alam Lampung Tengah ini.pembuatan bioetanol dengan bahan baku ubi kayu tidaklah sesulit yang kita bayangkan, apalagi membuat biogas dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah bioetanol. Kedua bioenergi ini dapat dibuat dengan sederhana  untuk skala rumah tangga. Problemnya adalah bagaimana masyarakat dapat membuat bioetanol  dan biogas itu dengan difasilitasi oleh pemerintah, dalam hal ini menyangkut teknologi pembuatannya, pendanaannya dan marketingnya.

Ketika pemerintah dapat memberikan fasilitas itu, maka perekonomian dan pendapatan masyarakat Lampung Tengah dapat meningkat 50 % yang secara otomatis meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Lampung Tengah. Hal ini didukung oleh  beberapa hal. Pertama,posisi strategis sebagian besar kendaraan bermotor yang berasal dari dan ke Jakarta melewati Lampung Tengah dan membutuhkan bahan bakar, Kedua, sebagian besar masyarakat Lampung Tengah berladang ubi kayu yang syarat untuk dibuat bioetanol. Ketiga, dan sebagian petani ladang memiliki ternak sapi, kambing, kerbau, atau ayam yang kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas. Keempat, tersedianya sumber daya manusia  (sarjana) yang siap untuk bekerja.
Fakta di lapangan, lampung tengah menjadi target banyak pengusaha luar daerah untuk memanfaatkan peluang ini sebagai bisnis semata, dan kurang memperhatikan pendapatan masyarakat petani ubi kayu. Ironis sekali ketika kita ada dan bisa berbuat ternyata tidak dapat melaksanakannya.
 Sebenarnya dengan  mengelola peluang ini, akan terjadi pemerataan pendapatan petani ubi kayu dan mengurangi pengangguran, dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan.

PRINSIP PEMBUATAN BIOETANOL DAN BIOGAS SECARA TERPADU
Bioetanol berasal dari rekayasa biomassa atau tanaman melalui proses biologi (enzimatik dan fermentasi). Proses ini telah lama dikenal dan dilakukan oleh masyarakat seperti proses pembuatan tapai ketan atau tapai singkong. Pembuatan tapai melibatkan peragian (kultur Sacharomyces cerevisiae), hasilnya kemudian di destilasi. Hasil destilasi inilah yang disebut dengan bioetanol tinggal mengurangi kadar airnya. Limbah bioetanol inilah yang dimanfaatkan untuk pakan ternak. Kotoran ternak yang diperoleh ditampung dalam septic tank kemudian di alirkan gas dihasilkan pada tempat tertentu kemudian di tampung dalam tabung gas. Secara sederhana dapat ringkas pada skema berikut ini:



 Dari skema diatas secara jelas bahwa pembuatan bioetanol dan biogas dapat dilakukan secara terpadu secara sederhana. 
Secara praktek pembuatan bioenergi dengan menggunakan bioetanol dan biogas tidak lepas dengan peralatan. Dalam hal ini BPPT Lampung telah berhasil  merancang alat untuk pembuatan bioetanol skala rumah tangga, jadi jika pemerintah  memfasilitasinya maka UKM yang ada di Lampung Tengah khususnya akan semakin produktif.

Di Sukabumi, PT Panca Jaya Raharja menawarkan alat untuk pembuatan bioetanol skala rumah tangga dengan kapasitas lebih kecil dengan produksi 200 liter/hari dari lahan seluas m2 dan biaya investasi sebesar Rp.100 juta. Ubi kayu yang digunakan sebagai bahan bakunya dibutuhkan suplai 1.300 kg ubi kayu setiap hari. Gross profit per hari dilaporkan mencapai Rp 810.000 dengan payback period selama 4 tahun. Artinya relative terjangkau dan dapat diberikan oleh pemerintah, apakah berupa pinjaman dan lain sebagainya, agar masyarakat petani ubi kayu dapat lebih eksis di daerah sendiri dari pada  banyak investor datang untuk berinvestasi di daerah kita. Akhirnya dengan harapan semoga ekspansi Usaha Mikro Kecil khususnya di sektor petani Ubi kayu mendapat respon positif dari pemerintah daerah.